• Sab. Mar 8th, 2025

Asaku Pada Ratapan Malam

ByPublisher

Des 8, 2024

Cerpen Yanto bule 

“Seberat inikah rindumu pada dia nur”

” Tak perlu kau risaukan lagi seberapa lama kami akan di berikan nafas,Tal relakan jika kebahagiaan itu terenggut dari hidup mu”

” Jangan lagi kau bilang,Bahwa hanya dia yang mampu menjagamu,Tapi apa jangankan di temani ,di perhatikan saja tidak ,kau di anggap sampah saja”

Kata kata sahabat dekatku, begitu bertubi tubi sepertinya mereka tak rela jika hidupku, Berubah menjadi murung bersama janin yang ku kandung.

Angin malam, sepertinya tak bersahabat dengan alam,sebab dinginnya begitu menembus kulitku, mantel dan selimut yang ku pakai tak mampu menahan dinginnya angin malam di bulan Desember ini.

Ini kehamilanku yang masuk bukan ke tujuh, mestinya kebahagiaan ini juga di rasakan oleh pasanganku calon ayah bayi yang ku kandung, tetapi apa daya entah perkara apa sehingga jaka pergi begitu saja tanpa kejelasan,padahal dulunya aku di ambil dari keluargaku dengan cara yang baik,begitu juga saat kami menikah dua keluarga hadir di saat kebahagiaan kami.

Calon bayi yang ku kandung, makin aktif saja bergerak dalam perutku, kadang tendangan halusnya membuat aku terkadang harus menahan sakit di bagian perutku, sering aku elus agar bayiku lebih tenang.

Tetapi sepertinya bayiku mengerti, dengan apa yang aku pikir dan rasakan, sebab setiap harinya aku hanya menghabiskan waktu di dalam kamar, aku akan keluar jika perutku lapar dan untuk ikut mandi saja, rasa jenuh dan beban pikiranku makin berat saja, kadang ada terbersit rasa penyesalan dengan perjalanan hidup yang aku alami.

Senja itu, aku baru saja keluar dari pekerjaanku di sebuah kantor, Saat aku ambil sepeda motor matic miliku di pelataran parkir kantor, tiba tiba ada lelaki berpenampilan rapi, yang sama sama berjalan menuju tempat parkir.

Ya, sepertinya pekerja baru di kantorku, sebab wajahnya sangat asing dan hampir tidak pernah ku lihat, saat berpapasan denganku, senyumnya begitu sempurna,nyaris saat aku di sapa menjadi salah tingkah.

Seraya mengulurkan tangannya,yang di balut dengan baju lengan panjang yang di gulung,membuat penampilannya menjadi Jauhari lebih macho .

” Hai, baru keluar kantor juga ya”

” Eh..a iya kak, orang baru di sini kah”

” Kenalkan aku Jaka, supervisor baru di kantor ini, baru beberapa hari aku pindah dari Kalimantan Timur, ternyata aku di pindahkan ke sini, siapa namamu”

“Eh..Intan Nuraini, aku staf biasa di kantor ini, sudah dua tahun aku bekerja di sini “

Perkenalkan singkat itu ternyata sangat berkesan bagi Jaka, sebab hampir setiap hari nyaris bersama di saat jam istirahat saja,hampir pasti Jaka selalu mengajakku makan siang.

Kebaikan dan perhatian yang begitu besar, meluluhkan hatiku untuk menerima ungkapan hati Jaka padaku.

Pada senja temaram, Saat Jaka mengajakku menyusuri garis pantai di kotaku, Tiba tiba jemari tangannya memegang tanganku ku cukup erat, di antara deburan ombak dan nyanyian camar, Jaka mengutarakan isi hatinya dan mengajakku untuk hidup bersama sampai tua.

Haru biru rasanya, saat kata kata itu di lontarkan Jaka, tak pernah terbayangkan jika perkenalan dengan Jaka di lokasi parkir,mengantarkan ku pada rindu yang sangat panjang.

Kebahagiaan makin lengkap, janin buah cintaku makin hari makin berkembang, tetapi Tuhan sepertinya tengah mengujiku dengan caranya yang sangat sopan, sikap romantis dan perhatian Jaka tiba tiba makin pudar, Tapi aku masih coba untuk bertahan dan berpikir positif,bisa saja bawan bayi,pikirku.

Tak pernah sedikitpun terbersit, akan perubahan yang Jaka tunjukan padaku, Sikap romantisnya berubah tempramen, kadang aku hanya mampu menangis dengan sikap Jaka padaku, padahal dis perutku ada buah cintanya,aku lebih memilih untuk mengalah dari para aku bantah dan pasti ribut.

Pada puncaknya, Tiba tiba Jaka ingin keluar dari rumah, Sontak perkataan itu membuat luka yang dalam di hatiku, Air hangat di sudut mataku tak mampu aku bendung, kepalaku hanya mampu aku tundukan sambil mengelus janinku, aku masuk ke dalam kamar, di luar terdengar suara pintu di banting keras oleh Jaka.

Rasa kecewa,benci dan marah menjadi satu, Tetapi aku tak punya keberanian untuk sekedar bercerita pada ibuku, atau keluargaku yang lain,semenjak kejadian itu hari hariku hanya di temani bayangan sepi, Dan hanya janinku yang setia menemaniku di setiap waktu sunyi.

” Apa kabarmu nak, gimana calon cucuku sehat” terdengar suara ibu di seberang teleponku.

” Alhamdulillah sehat Bu, doakan saja sehat sehat”

” Jangan lupa makan, dan terus konsumsi buah buahan,yang paling penting jaga kesehatan,dan jangan banyak pikiran ya”

” Iya Bu, maaf nur belum bisa pulang kerumah, belum ambil cuti di perusahaan Bu”

Air mata ini tak lagi dapat aku bendung, Betapa aku harus berbohong pada diriku sendiri dan ibuku, Tak mungkin aku ceritakan kondisi yang aku alami,aku takut untuk memberi beban pikiran pada ibuku yang makin senja.

Satu siang,aku pulang kerumah , ku dapati pintu kamar sudah terbuka, bergegas aku masuk kamar, ternyata baju sudah acak acakan, tak lagi aku lihat baju  Jaka yang tergantung di lemari dan tumpukan lemari, pikiran sehatku langsung tanggal jika Jaka pergi dari rumah.

Sesobek surat di letakan Jaka di meja makan, Gemetar aku membaca tulisan Jaka,yang begitu singkat tanpa menjelaskan alasan dia pergi meninggalkanku sendiri bersama janinnya.

” Maafkan aku, belum menjadi imam yang baik,dan belum bisa bahagiakan mu, jaga anaku ,ijin pamit tak perlu mencariku”

Tulisan tangan Jaka,begitu singkat tapi langsung menghancurkan asaku, tak terbayang jika keluargaku menanyakan keberadaan Jaka di saat aku akan bersalin kelak, banyak pikiran ternyata membuat janinku yang ku kandung rewel, sepertinya meronta ronta sehingga membuatku susah untuk tidur,sekedar untuk menghilangkan rasa kalutku.

Mataku nanar merasakan tragedi yang ku alami, di saat kebahagiaan mendapatkan momongan,tapi Tuhan mengujiku dengan kepergian Jaka entah kemana.

Ujung sajadah ,menjadi pengusaha air mataku, Sepenuh harap aku berdoa kepada Tuhan, Jangan uji aku dengan cobaan yang maha berat ini.

” Tuhan jika engkau berkehendak, Tiada daya apapun aku melawan, Tapi tolong Tuhan berikan aku kekuatan untuk menghadapi kehidupan yang rumit ini” 

Hujan semalam, menyisakan titik embun di depan rumah mungilku, Tiba tiba ada ketukan halus, dan ada suara memanggil namaku.

” Nur, ” suara itu seperti sangat aku kenal,tapi entah sudah berapa lama tak mendengar nya lagi.

Bergegas aku buka pintu rumahku, Nyaris tak percaya di hadapanku , Azizah sahabat karibku di SMP ,tiba tiba sudah berdiri dengan menenteng plastik besar, Langsung aku peluk sambil berurai air mata bahagia .

” Kami tadi darimana aku tinggal di sini, puluhan tahun engkau pergi kemana aziz”

” Lulus sekolah aku lanjut ke kota, dan mendapatkan pekerjaan yang lumayan, Eh…ini anak keberapa nur”

” Anak pertamaku, insyaallah akan lahir beberapa bulan kedepan”

” Aku mendapatkan cerita kamu tinggal di sini dari Leoni, aku tadi ada belanja perlengkapan untuk bayimu’

Senda gurau khas, anak anak SMP aku saling bercerita, Azizah melihat foto pernikahan ku di Dindin ruangan yang minimalis.

” Ini suamimu ya nur, gagah dan kelihatan seusia ya,pasti hidupmu sangat bahagia”

” Aku sangat bahagia dengan kehidupan ku saat ini, aku rasakan sangatlah lengkap karunia Tuhan”

Pertemuanku sangatlah singkat,tetapi meninggalkan kenangan , tak pernah aku duga bahwa bulan berganti tibalah aku merasakan kontraksi di perutku, sakitnya hilang timbul bahkan terkadang makin menjadi jadi saja sakitnya.

Jam dinding ku menunjukan pukul 20.00 wib, kontraksi perutku makin kuat, aku telp ibu agar aku di antar kerumah sakit.

Deru brangkar membawaku ke lorong lorong rumah sakit, dimana aku harus di lakukan tindakan cepat sebab posisi bayiku sungsang, dan tak mungkin harus melahirkan normal, satu satunya tindakan medis yang mungkin di lakukan adalah operasi.

Rasa dingin, menyelimuti sekujur tubuhku, kain panjang,selimut tebal yang membalut tubuhku tak mampu menahan dinginnya sisa obat bius yang di suntikan di tubuhku, rasa nyeri di perutku terasa begitu perih.

Tiba tiba aku seperti tengah berada di atas awan, tetapi ada taman bunga warna warni yang indah, air terjun dengan airnya yang jernih ku lihat sangatlah indah, belum pernah aku melihat pemandangan ini sebelumnya.

Ada gunung batu, dengan tumbuhan yang sangat wangi, pepohonan begitu rapi ,Kicau  burung saling bersahutan, aku lihat ada burung yang begitu indah dengan warna dan sayap yang begitu cantik, gerakannya seperti mengikuti suara sholawat.

Tanganku tiba tiba di tarik tangan mungil, kulihat wajah anak itu sangat mirip dengan Jaka, senyumnya alis matanya, begitu sempurna milik Jaka, aku menuruti ajakan anak kecil yang lucu, sambil berlari kecil di taman, aku mengendong dengan gemes anak yang mirip dengan Jaka.

Tetapi di sudut matanya aku lihat air mata menetes, aku hapus dengan bajuku berwarna putih.

” Jangan menangis nak, Ada aku yang akan merawat mu ,walaupun aku tak mengenalmu,tapi aku merasakan begitu dekat dengan mu”

Sikap manja bocah mungil, membuatku nyaman bermain di taman yang indah, tamannya begitu rapi dan berbau wangi membuatku sangat betah, tapi entah kenapa seperti suara lirih aku dengar suara ibuku memanggilku.

Aku coba untuk membuka mataku, tapi rasa dingin dan perih di perutku tak bisa aku tahan, aku coba panggil nama ibuku,tangan hangat nan lembut mengelus kepalaku, air matanya mengalir.

” Alhamdulillah kamu sudah siuman anakku, sudah lebih enam jam kamu belum sadar, kamu juga mengigau memanggil anak kecil,tapi entahlah siapa yang engkau panggil nak”

” Ibu dimana anaku, aku ingin memeluknya dan aku ingin menyusui agar aku lebih kuat,sekarang ada yang menemani setiap waktuku bu”

Ibu mendekapku erat, selang infus yang tertancap di tanganku ,terasa lebih sakit, ku lihat wajah ibuku begitu sedih, aku makin bingung,dengan sikap ibuku.

” Mana anaku ibu, aku ingin melihat wajahnya pasti mirip dengan ayahnya”

” Kuatkan hatimu anaku “

” Ada apa ibu”

” Usai operasi tadi , cucuku ternyata keracunan air ketuban yang sudah pecah, dokter berusaha melakukan tindakan tetapi Tuhan lebih sayang,dan aku tak di percaya mengasuh cucuku”

Mataku langsung berkunang kunang, mendengar perkataan ibu,tak ada lagi dayaku untuk melihat kenyataan di dapan mataku, Tuhan kembalikan aku untuk bisa bertemu anaku.

Sanggar imaji pamenang 8 Desember 2024

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *